Melirik Manajemen dan Pengertian Zakat Perusahaan

ZAKAT perusahaan merupakan salah satu jenis zakat yang harus dipungut jika memiliki harta melebihi nisab yang melampaui masa haulnya sebagaimana diperintahkan dalam Alquran as-sunnah dan ijma ulama.

(Ahmed, 2012: Rahmawati, Mulawarman dan kamayanti, 2013: Abdullah, di Derus, al-malkawi 2015: salah satu ayat yang menegaskan tentang kewajiban mengeluarkan zakat Quran 2013: Q.S At-Taubah: 9: 103).

Adapun Allah SWT berfirman dalam Q.S At-Taubah ayat 103 sebagai berikut:

خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

“Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.”

Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Islam dibangun di atas lima rukun: syahadat tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusannya, menegakkan salat, membayar zakat, berpuasa Ramadan, dan menunaikan haji bagi yang mampu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

dari Ketentuan tersebut, tampak bahwa zakat merupakan bagian dari syariat Islam yang memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan syariat ibadah yang lain. Zakat tidak hanya mengandung muatan ibadah mahdlah secara sempit tetapi juga muatan ibadah sosial ekonomi.

Dasar Hukum Zakat Perusahaan
Para ulama menganalogikan zakat perusahaan kepada zakat perdagangan, karena dipandang dari aspek legar dan ekonomi, kegiatan sebuah perusahaan intinya adalah kegiatan trading atau perdagangan.

Dasar hukum kewajiban zakat perusahaan ialah dalil yang bersifat umum sebagaimana terdapat dalam (Q.S. 2:267 dan Q.S. 9:103). “Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakatkanlah) sebagian dari hasil usaha-usahamu yang baik-baik………..”. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu, kamu membersihkan dan mensucikan mereka…….

Kewajiban zakat perusahaan juga didukung sebuah hadist riwayat Bukhari dari Anas bin Malik, bahwasanya Abu Bakar menulis surat kepadanya yang berisikan pesan tentang zakat binatang ternak yang didalamnya ada unsur syirkah.

Sebagian isi surat itu antara lain: “Jangan dipisahkan sesuatu yang telah tergabung (berserikat), karena takut mengeluarkan zakat. Dan apa-apa yang telah digabungkan dari dua orang yang telah berserikat (berkongsi), maka keduanya harus dikembalikan (diperjuangkan) secara sama”.

Hadist tersebut sebenarnya, berkaitan dengan perkongsian zakat binatang ternak, akan tetapi ulama menerapkannya sebagai dasar qiyas (analog) untuk perkongsian yang lain, seperti perkongsian dalam perusahaan.

Dengan dasar ini, maka keberadaan perusahaan sebagai wadah usaha di pandang sebagai syakhsiah hukmiayah (badan hukum). Para individu di perusahaannya. Segala kewajiban ditanggung bersama dan hasil akhirpun dinikmati bersama, termasuk di dalamnya kewajiban kepada Allah, yakni zakat harta.

Perhitungan Zakat Perusahaan
Adapun beberapa metode perhitungan Zakat perusahaan, sebagai berikut:
1. Hafiduddin (2000) yang dikutip dari Nikmatuniayah (2009) menyatakan, bahwa zakat perusahaan adalah didasarkan pada laporan keuangan (Neraca) dengan mengurangkan kewajiban lancar dari aktiva lancar.

Formula perhitungan zakat menurut Hafiduddin (2000) sebagaimana dikutip dari Nikmatuniayah (2009):

Zakat perusahaan= 2,5% (Aktiva Lancar–Kewajiban Lancar)
2. Saleh, Safaruddin (2000) dalam Nikmatuniayah (2009) menjelaskan, bahwa zakat perusahaan dihitung berdasarkan laba setelah pajak. Formula ini merupakan hasil studi Saleh (2000) pada Bank Muamalat Indonesia yang membayarkan zakatnya berdasarkan laba bersih setelah pajak yang dihasilkan.
Formula perhitungan zakat menurut Saleh (2000) sebagaimana dikutip dari Nikmatuniayah (2009):

Zakat Perusahaan = Laba Bersih Setelah Pajak X 2,5%
3. Faizah (1999) dalam Nikmatuniayah (2009) merumuskan metode pembayaran zakat:

Zakat Perusahaan=(Modal bersih + Laba bersih) – Aktiva Tetap ) x 2,5%
4. Harahap, et al (2002) dalam Nikmatuniayah (2009) menemukan dua metode perhitungaan zakat yang umum digunakan pada enam perusahaan yang ditelitinya:

a. Zakat Perusahaan = 2,5% dari laba bersih setelah pajak
b. Zakat Perusahaan = 2,5% X (Aset lancar – Utang lancar)
Hasil penelitian di atas merupakan metode perhitungan zakat yang ditemukan dan dipraktikkan di Indonesia.

Zakat Sebagai Sumber Investasi
Zakat, selain sebagai piranti ibadah, ternyata dapat menjadi piranti pengembangan sumber ekonomi yang produktif untuk fakir miskin. Zakat sangat diharapkan dapat meningkatkan ekonomi rakyat miskin, sehingga terdapat norma yang menyatakan bahwa zakat bertujuan agar kekayaan tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya saja.

Selama masih dikelola untuk bantuan-bantuan yang bersifat kon-sumtif, maka mustahil kekayaan dapat beredar di kalangan orang miskin, sebab bila ia dibantu untuk keperluan konsumtif, tentu mereka tetap akan membelanjakannya kepada orang-orang kaya.

Oleh karena itu, harus dikem-bangkan zakat dalam bentuk investasi sehingga keuntungan dari harta zakat tetap mengalir kepada mustahiq zakat. [] Murnia Adhani (Penulis adalah Mahasiswi UIN Raden Intan Lampung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *