Pasca Kebakaran, Pemindahan Depo Pertamina Disebut Opsi Terbaik

Jakarta – Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin mengusulkan depo Pertamina Plumpang dipindahkan ke kawasan pelabuhan milik BUMN PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo.

Pemindahan itu untuk menghindari terjadinya kebakaran kembali di lain waktu. Usulan wapres itu dinilai sebagai opsi terbaik.

Seperti disampaikan Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Dia setuju jika depo Pertamina itu dipindahkan ke pelabuhan di daerah Tanjung Priok.

Pemindahan itu dianggap menjadi solusi yang lebih mudah daripada memindahkan pemukiman padat penduduk.

“Agar tak terjadi lagi ke depan, apakah depo atau rakyat yang dipindah? Menurut saya adalah depo seperti yang disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin,” ungkapnya, dikutip dari CNN Indonesia, Minggu 5 Maret 2023.

Akan banyak manfaat bila depo tersebut dipindah ke pelabuhan milik Pelindo. Misalnya, ketersediaan air yang melimpah dan mudah diakses bila di kemudian hari terjadi kebakaran. Dengan kata lain, pendinginannya bisa lebih cepat dan mudah.

Selain itu, Fahmy menyatakan, penyaluran BBM pun bisa lebih efektif dan murah. Pasalnya, BBM bisa langsung disalurkan dari kapal tanker ke kilangnya.

Meski begitu, ia mengaku pemindahan depo ke pelabuhan akan memakan biaya yang besar. Namun hal itu bisa dipermudah karena baik Pertamina dan Pelindo adalah perusahaan plat merah.

“Masalah nanti perhitungan investasi dan sebagainya itu kan sesama BUMN, Menteri Erick Thohir tinggal memerintahkan sediakan tanah untuk depo. Itu sangat mudah dari pada gubernur harus merelokasi sejumlah warga dalam jumlah besar,” kata Fahmy.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa melihat pemerintah tidak boleh gegabah dalam memindahkan depo ke pelabuhan tersebut. Wacana ini harus diikuti kajian yang lengkap secara teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan.

Ia mengatakan, relokasi depo bisa berjalan 5 tahun. Pasalnya, harus ada relokasi pipa dari dari kilang Balongan dan pipa dari Terminal Tanjung Priok. Selain itu, perlu ada desain, tender, konstruksi, serta pengurusan ijin dan sebagainya.

Padahal, depo tersebut harus tetap beroperasi. Maka menurutnya, yang segera harus dilakukan adalah menciptakan buffer zone antara depo sesuai dengan minimum safety distance yang menjadi standar fasilitas penyimpanan BBM.

“Kebakaran kemarin mengindikasikan safety dan security objek vital ini sangat rentan dan berpotensi memperburuk energy security kita. Saran saya ke pemerintah dan Pertamina, benahi persoalan-persoalan ini sebelum bikin wacana pindah depo,” ungkap Fabby.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *