Perkara Narkoba dan Korupsi Dominasi Banding di Pengadilan Tinggi Banda Aceh

Banda Aceh – Pengadilan Tinggi Banda Aceh mencatat telah menerima 220 perkara pidana pada tingkat banding sejak Januari hingga 24 Mei 2023.

Pengadilan Tinggi Banda Aceh merupakan salah satu lembaga di bawah Mahkamah Agung RI yang menjalankan fungsi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, khususnya di Provinsi Aceh.

Berdasarkan informasi deri Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) yang dikelola Pengadilan Tinggi Banda Aceh, perkara terbanyak yaitu kasus narkotika, disusul kasus tindak pidana korupsi pada urutan kedua.

Hal itu juga disampaikan Hakim Tinggi Humas, Dr. Taqwaddin, SH., SE., MS., dalam rilisnya kepada awak media, Rabu 24 Mei 2023.

Kejahatan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) terakumulasi sebanyak 122 perkara atau 56 persen dari total keseluruhan jumlah perkara.

“Setelah kasus narkotika, posisi kedua terbanyak ditempati oleh Tindak Pidana Korupsi dengan jumlah 32 perkara atau sekitar 15 persen,” ungkapnya.

Untuk kategori-kategori pidana dengan selisih jumlah yang jauh lebih sedikit yaitu penganiayaan dengan jumlah 10 perkara, pencurian 9 perkara, diikuti dengan Tindak Pidana Kejahatan Terhadap Nyawa sebanyak 8 perkara.

Sementara kasus Penghinaan sebanyak 5 perkara, dan kasus yang berhubungan dengan ITE dan Laka Lantas masing-masing hanya 4 perkara.

“Kemudian jenis Penipuan, kejahatan terhadap Perlindungan Anak, KDRT, Tindak Pidana Senjata Api/Benda Tajam, serta klasifikasi tindak pidana khusus lainnya masing-masing sebanyak 3 perkara,” sebutnya.

Ada juga kasus tindak pidana pengancaman, penggelapan, dan kerusakan lingkungan yang telah diterima oleh Kepaniteraan Pidana Pengadilan Tinggi Banda Aceh masing-masing 2 perkara.

Sementara untuk kejahatan yang jumlah perkaranya paling rendah antara lain Tindak Pidana di bidang Kesehatan, Mengedarkan Uang Palsu, Pencemaran Nama Baik, Perbuatan Tidak Menyenangkan. Ada juga kategori terakhir yaitu Penghinaan terhadap Lambang Negara 1 perkara.

Sehubungan dengan data di atas, Dr Taqwaddin berpendapat, besaran perkara ini adalah jumlah sementara mendekati pertengahan tahun 2023, yang mana kedepannya pasti akan bertambah lagi, mengingat banyaknya pelimpahan perkara pidana yang telah terima dari tahun ke tahun yang selalu mencapai lebih dari 500-an perkara.

“ni baru perkara pidana saja, belum lagi perkara perdata yang bisa mencapai 200-an,” tutup Dr Taqwaddin, yang juga Hakim Tinggi Ad Hoc Tipikor.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *