Politisi Demokrat Usul Bebaskan Napi Pemakai Narkoba

Jakarta – Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan menyarankan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membebaskan narapidana pengguna narkoba dari penjara.

Menurutnya, para narapidana pengguna narkoba itu lebih baik direhabilitasi ketimbang harus dihukum penjara. Hal itu diutarakan Hinca dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama Kemenkumham, Rabu 29 Maret 2023.

“Apakah tidak lebih baik Pak Menteri? yang sekarang ini kita ubah dengan kebijakan terserah, tapi direhab saja semua, semua saja sekaligus kita ampuni. Karena orang sakit, orang sakit harus kita obati,” kata Hinca.

Hinca bicara demikian saat membahas banyak lembaga pemasyarakatan yang telah melebihi kapasitas. Berdasarkan data, tak sedikit penghuni lapas adalah narapidana terkait kasus narkotika.

Politisi Partai Demokrat itu mengatakan banyak anggaran Kemenkumham dihabiskan untuk biaya kebutuhan narapidana di lapas. Ia menyebut anggaran makan untuk Ditjen Pemasyarakatan mencapai Rp2,1 triliun yang dianggarkan untuk 275.609 orang narapidana.

Kemudian biaya dasar, kesehatan, dan pendidikan mencapai Rp332 miliar. Belum lagi biaya pengurusan administrasi kasus dari mulai tingkatan Polisi kemudian dilimpahkan ke Jaksa dan pengadilan.

“Anggaran negara ini habis untuk mengurusi korban-korban pengguna narkoba ini,” kata dia.

Sementara itu, Hinca meminta bandar narkoba tetap dihukum sesuai peraturan pidana yang sudah ada. Pasalnya bandar narkoba sudah mendapatkan keuntungan ekonomi yang besar dan menghancurkan masa depan anak bangsa.

“Pimpinan, ini saya anggap sangat serius. Kalau bisa dibahas secara serius dan ini menjadi kesimpulan kita sebelum nanti pakai UU Narkotika satu pasal untuk mengampuni itu,” ujar Hinca.

Sedangkan Menkumham Yasonna tak menampik banyak lapas di Indonesia yang penghuninya sudah melebihi kapasitas. Yasonna mengatakan ada lapas yang satu ruangannya bisa dihuni sekitar delapan orang narapidana.

Yasonna kemudian merinci sejumlah lapas yang mengalami kondisi over kapasitas. Di antaranya Rutan Kelas II Jeneponto 752 persen, Lapas Kelas II Labuhan Ruku 576 persen, Lapas Kelas II Jambi 545 persen.

Kemudian, Lapas Kelas II Teluk Kuantan 539 persen, Lapas Kelas II IDI 517, Lapas Kelas II Pancur Batu 501, Lapas Kelas II Banjarmasin 491, Lapas Kelas II Balikpapan 481 dan Lapas Kelas II Tebing Tinggi Deli 425 persen.

Yasonna meminta DPR untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2019 tentang Narkotika lantaran Pemerintah ingin UU Narkotika tersebut digabung dengan RUU terkait Psikotropika.

Ia berharap proses pembahasan RUU tersebut bisa segera diselesaikan sebelum akhir 2024. Yasonna berharap RUU itu bisa menjadi salah satu warisan yang baik dari Pemerintah dan anggota DPR periode 2019-2024.

“Kalau bisa kita selesaikan UU Narkotika ini, betul-betul capaian signifikan, termasuk di dalamnya penguatan integrity crime justice system,” kata Yasonna.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *