Jakarta – Terdakwa kasus korupsi Mardani H Maming membacakan nota pembelaan pada sidang kasus dugaan suap terkait izin pertambangan. Isinya, mantan Bupati Tanah Bumbu itu meminta agar dibebaskan dari segala tuntutan jaksa.
“Kami mohon agar kiranya majelis hakim dengan segala kebijaksanaan dan kewibawaannya berkenan menjatuhkan putusan bebas dan merehabilitasi nama baik terdakwa serta mengembalikan semua hak, harkat dan martabat terdakwa seperti semula,” kata pengacara Maming, Abdul Qodir, saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, seperti dilansir Antara, Rabu (25/1/2023).
Menurut Abdul Qodir, tuntutan jaksa tidak sesuai dengan fakta persidangan. Dia menyebut kliennya Maming tidak bersalah sebagaimana yang didakwakan.
Dia mengatakan SK peralihan IUP adalah sah secara hukum karena SK Bupati No 296/2011 juga ditembuskan kepada Menteri ESDM dan jajarannya, Gubernur Kalimantan Selatan dan jajarannya.
Abdul Qodir juga mengatakan SK tersebut mendapatkan status Clean and Clear (CnC) sebagaimana diumumkan dalam pengumuman CnC Tahap III di nomor urut 169, kemudian diperpanjang berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor: 188.48/265/DPMPTSP/IV/2017.
SK itu tentang Persetujuan Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Batu Bara kepada PT Prolindo Cipta Nusantara di Kabupaten Tanah Bumbu tanggal 21 April 2017.
Dia juga menyebut penerimaan uang lewat PT TPS maupun PT PAR dari PT PCN bukan hadiah berkaitan dengan penandatanganan SK Bupati No 296/2011.
Dia mengatakan uang itu merupakan hasil hubungan bisnis atau keperdataan murni berkaitan kerja sama pengelolaan pelabuhan PT ATU tahun 2012 hingga 2016.
“Boleh dibandingkan dengan ratusan perkara pidana suap, di mana pola atau modusnya bayar tunai dan langsung agar tidak terendus aparat hukum,” ujarnya pula.
Dia juga mengatakan almarhum Henry Soetio selaku pemilik PT PCN yang disebut sebagai pemberi suap tidak dapat diminta keterangannya, baik sebagai saksi atau tersangka, karena telah meninggal dunia pada 19 Juli 2021.
Dia mengatakan penuntut umum KPK justru menciptakan beberapa peran pengganti untuk bercerita dan membuktikan seolah-olah sudah terjadi penyuapan.
“Dalam keterangan ahli disebutkan saksi yang tidak mengalami sendiri, tidak melihat sendiri dan tidak mendengar langsung maka kesaksiannya tidak memiliki nilai pembuktian,” katanya lagi.
Mardani yang juga diberikan kesempatan ketua majelis hakim Heru Kuntjoro menyampaikan pembelaannya secara pribadi, mengaku dirinya telah mengikhtiarkan untuk meyakinkan majelis hakim bahwa sesungguhnya tuduhan kejahatan yang dialamatkan kepadanya adalah tidak benar.
“Saya sungguh tidak memohon apa pun, selain keadilan yang menjadi hak saya, mudah-mudahan putusan majelis hakim menjadi jawaban atas rangkaian doa yang senantiasa dilangitkan oleh ibunda tercinta,” ujarnya.
Sementara itu, JPU KPK yang dipimpin Budhi Sarumpaet menyatakan tetap pada tuntutannya setelah diberikan kesempatan majelis hakim menanggapi. Sidang berikutnya dengan agenda putusan dijadwalkan pada Jumat 10 Februari 2023 mendatang.
Pada sidang sebelumnya, JPU KPK menuntut Mardani H Maming pidana penjara 10 tahun 6 bulan. Terdakwa juga dituntut membayar denda Rp 700 juta subsider kurungan pidana pengganti 8 bulan.
JPU juga menuntut pidana tambahan agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 118.754.731.752 (Rp 118 miliar). Dengan ketentuan apabila tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Namun jika tidak juga memiliki harta benda, terdakwa dijatuhi pidana 5 tahun.
Sumber: Detikcom